MAKASSAR, KABAR.ID- Ikatan Senat Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Indonesia (ISMKMI) Wilayah 4 (Sulawesi, Maluku dan Papua) mengadakan Dialog Publik Efektivitas Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan di Makassar (31/1/2020).
Kegiatan yang berlangsung di Warkop Country Coffee Resto (CCR) ini mengangkat tema Sumbang Pikiran Mengawal Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan.
Peserta yang hadir pada kegiatan ini sekitar seratusan orang yang terdiri dari berbagai unsur, diantaranya beberapa perwakilan lembaga kemahasiswaan bidang kesehatan, perwakilan NGO, OKP, dan beberapa pihak yang tertarik untuk memperoleh informasi kenaikan iuran BPJS Kesehatan.
Koordinator ISMKMI Wilayah 4 La Unga Samsi selaku pelaksana kegiatan mengatakan bahwa kegiatan ini adalah upaya untuk mendapatkan penjelasan yang utuh dari berbagai pihak terkait kenaikan iuran BPJS Kesehatan.
“Selaku mahasiswa kami ingin memastikan kenaikan iuran BPJS ini adalah untuk perbaikan pelayanan kesehatan masyarakat Indonesia,”
“Setiap kebijakan publik yang menyangkut hajat hidup orang banyak harus selalu dikritisi. Termasuk kenaikan iuran BPJS ini. Kami menilai pelayanan kesehatan selama ini belumlah maksimal dan merata, sehingga kenaikan iuran BPJS ini harus menjawab semua persoalan pelayanan kesehatan selama ini,” kata Samsi.
Unga Samsi menambahkan dengan adanya penyesuaian iuran ini, kami harapkan program BPJS Kesehatan akan mengalami perbaikan dari segi aspek pemanfaatan serta kualitas layanan kesehatan dan manajemen kepesertaan.
“Perlu perbaikan pada aspek pemanfaatan serta kualitas layanan kesehatan yang ada. Intinya, perbaikan itu perlu dilakukan secara sistematik,” pungkas Samsi.
Kenaikan dan penyesuaian iuran BPJS ini tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019, terkait Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 Tentang Jaminan Kesehatan.
BPJS Kesehatan Wilayah IX yang diwakili oleh Asisten Deputi Bidang Monitoring dan Evaluasi, Diah Eka Rini mengatakan bahwa BPJS telah melakukan beberapa program dalam rangka mengurangi dampak kenaikan iuran kepada masyarakat. Memperbaiki pelayanan dengan mengurangi tingkat antri dalam setiap pelayanan BPJS, membuat aplikasi digital sehingga informasi BPJS bisa langsung diakses dari smartphone peserta, serta melakukan pengawasan di setiap Rumah Sakit untuk memastikan standar pelayanan kepada peserta BPJS Kesehatan sudah sesuai.
“Keputusan kenaikan iuran BPJS kesehatan adalah pilihan yang diambil pemerintah dari pada harus mengurangi jenis layanan kesehatan. Untuk dampak kenaikan iuran BPJS, kami meningkatkan pelayanan di sisi administrasi, ada Program Super Praktis untuk peserta yang akan turun kelas, itu untuk memudahkan peserta dalam penyesuaian kelas pelayanan”, terang Diah memulai penjelasan.
Selanjutnya Diah Eka menambahkan bahwa adanya penyesuaian tarif BPJS Kesehatan supaya BPJS terus melakukan pelayan kesehatan kepada masyarakat. Data menunjukkan adanya peningkatan jumlah kunjungan dan pemanfaatan fasilitas kesehatan oleh para peserta JKN-KIS dari tahun 2014 sampai 2019. Artinya program ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat.
“Terkait dengan penyesuaian iuran pada tahun 2019, komitmen pemerintah untuk menutupi devisit akibat pembiayaan yang sudah dikeluarkan tahun sebelumnya. Sejak tahun 2014 devisit terus, ini kan artinya memang ada perhitungan yang tidak tepat dari sisi biaya pelayanan maupun batas iuran yang sudah ditetapkan,” kunci Diah saat menjelaskan perihal adanya penyesuaian tarif BPJS.
Pembicara lainnya dalam kegiatan ini adalah Prof. Dr. Arlin Adam, SKM., M.Si yang juga adalah Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Pejuang Republik Indonesia (UPRI) Makassar mengatakan bahwa pendidikan dan kesehatan adalah pilar kesejahteraan. Sehingga diperlukan perhatian khusus dari pemerintah untuk pelayanan dua aspek tersebut, karena merupakan hak dasar dan hak konstitusional setiap warga negara. Sejauh ini sektor Pendidikan sudah mendapat perhatian khusus, ke depan kita menunggu ada perhatian serupa dan keberpihakan anggaran APBN untuk sektor Kesehatan.
“Perlu ada satu sistem kesehatan yang rentan kendalinya dekat, begitu ada penyimpangan maka akan cepat ditanggulangi dan dicarikan solusi. Prinsipnya pelayanan kesehatan itu otonom. Pelayanan kesehatan itu adalah hak konstitusional. Negara wajib memberi pelayanan kesehatan kepada warganya. Pelayanan kesehatan dasar di tingkat Puskesmas dan pelayanan kesehatan rujukan di tingkat Rumah Sakit. Dan itu harusnya Gratis”, papar Prof. Arlin.
Ditambahkan lagi oleh Pembicara bahwa perlu ada kampanye dan upaya penguatan civil society yang menumbuhkan budaya pencegahan penyakit sebelum pengobatan.
“Begitu dia (baca: masyarakat) menyadari bahwa kesehatan adalah investasi, dia akan melakukan apa saja untuk tidak jatuh sakit, kalaupun nanti dia membayar iuran, itu dalam rangka sedekah yang ikhlas kepada Negara, kita membayar supaya jangan menggunakan (baca: sakit). Lakukan penguatan civil society biar mereka tetap menjaga kesehatannya sehingga tidak jatuh sakit,” pungkas Prof. Arlin mengakhiri pembicaraan.
Ahmad Syauqi selaku Sekretaris Jenderal ISMKMI Periode 2019/2020 yang juga adalah salah satu pembicara mengatakan bahwa defisit anggaran BPJS Kesehatan yang terjadi dari tahun ke tahun adalah bukti bahwa ada banyak persoalan terkait dengan program pelayanan kesehatan selama ini.
“Mahasiswa adalah mitra kritis pemerintah, setiap kebijakan kesehatan harus mampu dirasakan manfaatnya oleh setiap warga negara. Kegiatan seperti ini kami anggap positif, untuk memperoleh informasi dari berbagai pihak, sebelum kami mahasiswa memutuskan untuk melakukan aksi,” ucap Syauqi.
Pembicara lainnya dalam kegiatan ini Ahmad Syauqi selaku Sekretaris Jenderal ISMKMI Periode 2019/2020 mengatakan bahwa defisit anggaran BPJS Kesehatan yang terjadi dari tahun ke tahun adalah bukti bahwa ada banyak persoalan terkait dengan program pelayanan kesehatan selama ini.
“Mahasiswa adalah mitra kritis pemerintah, setiap kebijakan kesehatan harus mampu dirasakan manfaatnya oleh setiap warga negara. Sepakat sampai di sini, bahwa permasalahan yang dialami oleh BPJS Kesehatan adalah karena perilaku yang menyimpang dalam pelaksanaan program JKN-KIS,” jelas Syauqi.
Defisit yang dialami pada rentang waktu tahun 2014 sampai 2019 adalah wujud dari tidak tepatnya arah kebijakan dan sistem dalam pelaksanaannya. Olehnya itu, sangat diperlukan perbaikan secara sistemik dalam program JKN-KIS.
“Sustainibilitas program JKN ini harus didukung dengan kebijakan yang relevan. Harmonisasi dari setiap regulasi diperlukan, agar tidak mencederai prinsip dari sistem jaminan sosial itu sendiri. Hak konstitusional yang merupakan hak dasar setiap warga negara harus terpenuhi, salah satunya jaminan kesehatan bisa terakses untuk setiap warga negara tanpa terbebani secara finansial,” pungkas Syauqi.
Kegiatan dialog publik ini berlangsung dengan suasana yang cukup santai, dan beberapa kali terdengar tepuk tangan peserta menyambut ide dan gagasan yang dilontarkan oleh pembicara. (Andi/Kie)