JAKARTA, KABAR.ID- Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, meminta semua pihak tak terlalu membesar-besarkan permasalahan yang terjadi pasca China mengklaim perairan Natuna sebagai efek klaim kedaulatan atas Kepulauan Spratly.
Menurutnya, masuknya kapal asing tersebut karena memang kemampuan kapal patroli Indonesia belum bisa menjaga perairan dalam negeri.
“Sekarang memang coast guard [penjaga pantai] kita atau bakamla itu sedang diproses, supaya menjadi betul-betul penjaga yang benar. Nah sekaligus dengan peralatannya. Jadi ya kalau kita enggak hadir, kan orang hadir ke tempat kita. Jadi kita paling marah sama diri kita sendiri. Kapal belum cukup,” kata Luhut seperti dikutip dari Suara.com.
Klaim Atas Natuna
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Geng Shuang, mengklaim China memiliki hak untuk berlayar di dekat Kepulauan Natuna. Hal itu merespons nota protes yang dilayangkan Indonesia setelah dua kapal Coast Guard China dan puluhan kapal nelayan memasuki perairan Natuna Utara secara ilegal.
Menanggapi pernyataan Kementerian Luar Negeri Indonesia bahwa klaim China tersebut tidak punya dasar hukum, Geng tetap membantahnya. Dia berdalih China mematuhi konvensi Internasional U.N. Convention on the Law of the Sea (UNCLOS). Padahal, konvensi itu mengakui adanya Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE).
“Posisi dan dalil China patuh pada hukum internasional, termasuk UNCLOS,” kata Geng dalam konferensi pers di Beijing,” Kamis (2/1/2020), dari laman Radio Free Asia, rfa.org.
“Jadi, Indonesia menerima atau tidak, itu tidak akan mengubah fakta objektif bahwa China punya hak dan kepentingan atas perairan terkait,” klaimnya.
“Yang disebut pengakuan arbitrase Laut China Selatan adalah ilegal, batal, dan kosong, dan kami telah lama menyatakan China tidak pernah menerima maupun mengakuinya. Pihak China menentang setiap negara, organisasi atau individu yang menggunakan putusan arbitrase yang tidak sah untuk mengganggu kepentingan China,” katanya. (SC/KP/SP/MJ)