JAKARTA, KABAR.ID- Presiden Jokowi ingin pengurangan penyakit tuberculosis (TBC) di Indonesia mereplikasi model penanganan COVID-19 yang melibatkan lintas lembaga dan kementerian.
Saat ini Pemerintah berupaya keras untuk mencapai eliminasi tuberkulosis pada 2030 mendatang.
“Saya tidak tahu apakah ini bisa ditumpangkan di penanganan Covid sehingga kendaraannya menjadi sama. Kita bisa menyelesaikan dua hal yang penting bagi kesehatan rakyat kita. Kalau itu bisa saya kira akan lebih mempercepat,” kata Presiden Joko Widodo saat memimpin rapat terbatas mengenai Percepatan Eliminasi Tuberkulosis di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (21/7/2020).
Tuberkulosis merupakan salah satu dari sepuluh penyakit menular yang menyebabkan kematian terbanyak di dunia dan telah ditetapkan sejak lama oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebagai sebuah pandemi.
Menurutnya, model penanganan COVID-19 yang dilakukan pemerintah saat ini juga dapat diterapkan dalam upaya eliminasi tuberkulosis di Indonesia.
Model pelacakan yang agresif untuk menemukan penderita juga dapat dilakukan untuk mencari penderita tuberkulosis yang belum terlaporkan.
“Saya kira seperti yang kita lakukan sekarang ini kita sudah memiliki model untuk Covid, yaitu pelacakan secara agresif untuk menemukan di mana mereka. Ini harus dilakukan,” kata Presiden Jokowi melalui keterangan tertulisnya diterima Mediajakarta.com.
Data pada 2018 lalu, diperkirakan terdapat 845.000 penduduk Indonesia yang mengidap tuberkulosis di mana pada tahun yang sama terdapat 98.000 orang yang meninggal karena penyakit menular tersebut.
Apalagi sebagian besar pasien tuberkulosis merupakan kelompok produktif dalam rentang usia 15 hingga 55 tahun. Kepala Negara meminta agar hal ini diwaspadai.
Meski tengah disibukkan dengan penanganan pandemi Covid-19, Presiden Jokowi menginstruksikan agar layanan diagnostik maupun pengobatan terhadap pasien tuberkulosis harus tetap berlangsung.
Pola penanganan serupa Covid-19 dapat dipelajari dan diterapkan untuk meningkatkan efektivitas penanganan tuberkulosis ini.
“Itu berarti sampai sembuh. Kemudian stok obat-obatan juga dipastikan harus tersedia dan kalau perlu memang butuh Perpres atau Permen segera terbitkan sehingga prinsip kita sejak awal (yaitu) temukan, obati, dan sembuh itu betul-betul bisa kita laksanakan,” tuturnya.
Selain itu, upaya preventif dan promotif untuk mengatasi tuberkulosis ini bukan hanya menjadi tanggung jawab sektor kesehatan saja, melainkan juga menjadi tanggung jawab bersama berbagai pemangku kepentingan. Sebab, penanganan hal tersebut harus dilakukan secara menyeluruh dengan melibatkan banyak sektor-sektor pendukung lainnya secara terpadu.
“Termasuk dari sisi infrastruktur. Semuanya harus dikerjakan terutama untuk tempat tinggal. Rumah yang lembap, kurang cahaya, tanpa ventilasi terutama di tempat-tempat yang padat ini betul-betul sangat berpengaruh terhadap penularan antarindividu sehingga ini bukan hanya di Kementerian Kesehatan dan Kementerian Sosial, tapi PUPR juga harus dilibatkan dalam pengurangan TBC ini,” tandasnya. (Wan)