JAKARTA, KABAR.ID- Penyesuaian dalam menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sudah dilakukan di beberapa daerah di Indonesia. Dengan hal itu, berbagai sektor kehidupan sudah berjalan dengan tetap menjalankan protokol kesehatan. Namun hal ini menyebabkan munculnya klaster-klaster baru penyebaran COVID-19.
Ketua tim Pakar dan juru bicara Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Prof. Wiku Adisasmito menyampaikan bahwa klaster perkantoran saat ini menjadi perhatian masyarakat.
“Klaster itu disebut klaster apabila terjadi konsentrasi kasus di suatu tempat, dan klaster yang sekarang sedang marak jadi perhatian masyarakat adalah klaster perkantoran”, jelas Wiku dalam keterangan persnya yang diterima Kabar.id di Jakarta (8/8/2020).
Wiku menjelaskan bahwa munculnya klaster perkantoran dapat berasal dari pemukiman atau bahkan dalam perjalanan menuju kantor.
“Sebenernya orang yang berkantor itu kan asalnya dari rumah, dari pemukiman, jadi pastinya di pemukiman juga pasti ada klaster kalo di kantor ada klaster dan itu mereka bisa tertularnya bisa di tempat perumahannya atau di rumah atau di dalam perjalanannya menuju kantor, ” tambahnya.
Pada kesempatan yang sama, pakar kesehatan masyarakat Prof. Ascobat memaparkan aktivitas-aktivitas yang berpotensi untuk terjadinya klaster baru adalah tempat berkumpul massa.
“Banyak hal baru yang bermunculan dan COVID ini orang mencari bentuk-bentuk baru tempat berkumpul, dan itu potensial menjadi klaster, ” ujar Ascobat.
Wiku turut menjelaskan penyebab dari adanya zona merah dan keterkaitannya dengan klaster penyebaran COVID-19.
“Zona berwarna merah artinya risiko peningkatan kasusnya tinggi, bisa saja terjadi zona merah karena adanya klaster-klaster atau tidak harus ada klaster terus menjadi zona merah,” ujar Wiku.
Untuk mencegah hadirnya klaster baru COVID-19 protokol kesehatan perlu digalakkan, terutama di perkantoran. Ascobat menjelaskan langkah-langkah menerapkan protokol kesehatan di dalam ruangan kantor, di antaranya memperhatikan jumlah orang dengan menyesuaikan ukuran ruangan, mematikan pendingin ruangan, menjaga sirkulasi ruangan, serta tidak berlama-lama berada di ruangan.
“Maka dari itu disarankan sebaiknya kalau rapat atau berkantor itu tidak terlalu lama di dalam satu ruangan yang tertutup, ” imbuhnya.
Disebutkan juga oleh Wiku bahwa perkantoran yang telah menjadi klaster penyebaran COVID-19 hanya bisa dibuka kembali setelah prosedur keselamatan sudah dijalankan.
“Sampai dengan situasinya bisa dikendalikan lagi, setelah semuanya bersih yang sudah dilakukan tracing kemudian juga sudah hasilnya ternyata negatif atau kalau positif suruh isolasi mandiri, maka baru bisa berkantor lagi, ” ungkap Wiku.
Sejalan dengan ucapan Ascobat, Wiku menjelaskan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penegakkan protokol kesehatan, seperti adaptasi kebiasaan baru dalam menggunakan lift.
“Biasanya dikasih tanda di liftnya paling isinya cuma 4 orang atau bahkan ada yang isinya 6 orang karena liftnya besar, jadi pastikan memang jaraknya cukup begitu ya, ” tutur Wiku.
Wiku menegaskan bahwa masyarakat harus sadar jika mereka berada di sebuah klaster. Jika sudah ada yang positif segera dirawat atau diisolasi mandiri, bersihkan tempat-tempat yang terkontaminasi, serta pastikan masyarakat menerapkan protokol kesehatan.
Dalam menyadarkan masyarakat akan potensi bertambahnya klaster baru, Ascobat beranggapan bahwa pemberian informasi kepada masyarakat penting untuk menyesesuaikan dengan bahasa dan budaya lokal.
“Ini bersifat lokal spesifik, sehingga barangkali kita perlu menyampaikan bahwa ada prinsip-prinsip protokol kesehatan yang kita sudah tau kan masker, cuci tangan, jaga jarak, itu diterapkan dalam konteks budaya lokal, ” ucapnya.
Sebagai penutup konferensi pers, Wiku mengimbau kepada masyarakat untuk tetap disiplin serta bergotong royong dalam menjalankan protokol kesehatan untuk menghadapi COVID-19.
“Mari kita gotong royong saling mengingatkan, mengingatkan diri sendiri dan juga mengingatkan sodara kita teman kita tempat kita bekerja sehingga semua menjalankan protokol kesehatan dengan disiplin, ” tandasnya.(Wan)