Kopdes Merah Putih Baru Diresmikan, Langsung Ditutup! DPR Minta Pemerintah Evaluasi Total

Kabar News Politik Terkini

JAKARTA, KABAR.ID– Baru seumur jagung, Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih di Desa Pucangan, Tuban, yang baru diresmikan Presiden Prabowo Subianto pada Senin (21/7/2025), justru ditutup keesokan harinya. Penutupan mendadak ini memantik sorotan tajam dari DPR RI, yang mendesak pemerintah untuk memperkuat tata kelola dan evaluasi menyeluruh terhadap program koperasi nasional.

Anggota Komisi VI DPR RI, Rivqy Abdul Halim, menilai insiden di Tuban menjadi alarm keras bagi pemerintah. Ia menyambut baik inisiasi pembentukan Koperasi Merah Putih, namun menekankan bahwa koperasi bukan sekadar proyek seremonial belaka.

“Permodalan yang berkelanjutan, sistem manajemen, dan pengawasan yang efektif harus jadi prioritas. Kalau tidak, koperasi akan jadi proyek gagal yang menyia-nyiakan harapan rakyat,” ujar Rivqy dalam keterangan tertulisnya, Selasa (29/7/2025).

Salah Paham Berujung Bongkar-Bongkaran

Penutupan koperasi ini dilakukan oleh mitra utamanya, PT Perekonomian Pondok Pesantren Sunan Drajat (PPSD), hanya sehari setelah peresmian. Pihak PPSD membongkar seluruh isi toko, mencopot papan nama, dan mengembalikan perlengkapan operasional setelah merasa tidak diakui dalam acara peresmian.

Dalam peresmian, Ketua KDMP dan Kepala Desa Pucangan justru menyebut dukungan datang dari BUMN dan PT Pupuk Indonesia. Padahal, menurut Direktur PT PPSD Anas Al Khifni, mereka telah mendampingi koperasi sejak awal, mulai dari proses legalitas hingga penyediaan fasilitas.

Kekecewaan PPSD diakhiri dengan surat resmi pemutusan kontrak kerja sama tertanggal 22 Juli 2025.

DPR: Ini Bukan Soal Jumlah, Tapi Kualitas!

Rivqy menegaskan, kegagalan koperasi di Tuban memperlihatkan bahwa tantangan utama bukanlah berapa banyak koperasi dibentuk, tapi bagaimana kualitas dan keberlanjutan operasionalnya.

“Koperasi Merah Putih adalah program unggulan pemerintah, tapi fakta di Tuban membuktikan masih ada jurang besar antara data di atas kertas dan kondisi di lapangan,” ucapnya.

Ia juga menyoroti potensi risiko besar dari skema pembiayaan koperasi yang bisa mengajukan pinjaman hingga Rp3 miliar ke Bank Himbara. Jika tidak dikawal ketat, menurutnya, risiko gagal bayar dan kerugian perbankan bisa mencapai Rp15 triliun dalam enam tahun ke depan.

Desak Aturan Jelas, Evaluasi Independen

Politisi PKB itu meminta pemerintah segera menyusun petunjuk teknis dan pedoman pelaksanaan yang transparan dan inklusif untuk program koperasi ini. Ia juga menekankan pentingnya evaluasi berkala oleh lembaga independen dan pelatihan SDM koperasi agar profesional dan akuntabel.

“Pendekatan top-down yang berorientasi politis tanpa melibatkan masyarakat lokal hanya akan menciptakan koperasi-koperasi fiktif. Kita butuh koperasi yang tumbuh dari bawah, dari kebutuhan rakyat, bukan dari agenda politik,” tegas Rivqy.

Komisi VI DPR, kata Rivqy, berkomitmen untuk terus mengawal dan mendorong pemerintah agar kebijakan koperasi tidak hanya indah dalam pidato, tetapi juga berdampak nyata di desa-desa (Wan).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *